Rabu, 22 September 2010

Mahasiswa dan Pers; Sebuah Solusi Untuk BABEL
Terbit Radar Bangka Edisi 9 September 2010

Setiap manusia adalah pemimpin karena dalam kehidupan manusia hidup untuk mempengaruhi. Tidak semua orang bisa menjadi pemimpin agung namun semua orang bisa menjadi pemimpin yang lebih baik jika dijalani dengan proses yang baik


Pelayanan aparat (apparatus) pemerintah provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam kepemimpinan Eko Maulana Ali dan Wakil Gubernur Syamsuddin Basari hampir empat tahun ini bisa dikatakan belum mengalami banyak peningkatan, atau bisa dikatakan tidak memuaskan. Ketidakpuasan ini nyata, dari hasil beberapa surve dan diskusi penulis dengan mahasiswa Bangka Belitung di pulau Jawa dan Sumatra, khususnya lagi mahasiswa Bangka Belitung di Yogyakarta. Begitu juga dengan masyarakat, hampir semua masyarakat jika ditanyai tanggapan, 90% menyatakan “tidak puas dan kecewa” dengan pemerintah sekarang. Hal ini diperkuat, ketika penulis berada di Bangka seperti sekarang, hasilnya masyarakat tetap menyatakan hal yang sama. Penelitian ini belum ilmiah memang, namun tidak menuntup kemungkinan akan ada nantinya peneliti yang akan benar-benar fokus menelitinya secara ilmiah. Terlepas dari itu, ketidakpuasan atau kekecewaan ini adalah hal yang wajar, karenanya mesti ditanggapi dan disikapi dengan wajar pula, tidak repsesif apalagi reaktif.



Potret Persoalan Bangka Belitung
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi yang sangat baik dan potensial suatu anugrah dari Tuhan yang patut disukuri, dipeliharan dan kelola dengan sebaik-baiknya. Secara geografis, letaknya sangat strategis yaitu berada di jalur perdangan Internasional. Secara ekonomi, kekayaan alamnya sangat melimpah dan juga dibutuhkan dipasar Internasional, seperi lada, timah, karet, kelapa sawit, ikan, panorama pantai yang indah dan hasil kekayaan alam lainnya, yang jika dikelola dengan baik, profesional, efisien dan akuntabel, akan membuat provinsi ini maju dan disegani. Tertunya, akan dijauhi oleh virus-virus kemiskinan yang mewabah dalam kehidupan masyarakat. Secara kebhinekaan (keragaman) suku dan ras-nya seperti Melayu, Tionghoa, Jawa, Madura, Padang, Flores, Sunda dan lain sebagainya juga bisa menjadi nilai lebih tersendiri bagi eksistensi provinsi kebanggaan ini.
Dilain pihak, lebih dari delapan tahun lalu berbagai persoalan dan krisis yang melanda provinsi ini seolah-olah sangat sulit untuk dibendung. Berawal dari persoalan kemiskinan, pengangguran, Korupsi Kolusi dan Nevotisme (KKN), kerusakan lingkungan, lemahnya penegakan hukum, rendahnya kualitas/akses pendidikan dan lain sebagainya. Selain itu, Bangka Belitung dinobatkan sebagai provinsi No. 1 Terkorup dan No. 8 termiskin dari 10 provinsi termiskin di Indonesia. Hasil temuan BPK beberapa waktu lalu, bahwa 100 M lebih dana hibah pemerintah tidak jelas laporannya, mahalnya harga sembako/kebutuhan hidup menjelang lebaran. Ditambah lagi dengan ketidak cocokan dan ketidaksepahaman antara pemerintah tingkat I dengan pemerintah tingkat II adalah bukti dan pelengkap dari ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat. Kenapa ini bisa terjadi?
Ada banyak factor yang mendasari persoalan ini. Mengutip pendapat sahabat diskusi penulis Andi Budi Prayetno. Pertama, dikarenakan perilaku dan kinerja aparat yang kurang disiplin dan bekerja seenaknya. Penyalahgunaan jabatan dan fasilitas birokrasi untuk kepentingan pribadi dan kroni malah sudah mengarah kepada abused of power. Maka tak heran bila melihat beberapa kasus kolusi, korupsi dan nepotisme, ataupun monopoli dan manipulasi, melibatkan aparat pemerintah. Kedua, disebabkan karena dalam pemerintahan Eko-Syam masih banyak aparat yang bersikap ‘sok berkuasa’. Kinerja aparat masih saja dekat dengan suap-menyuap, sogok-menyogok, dan pungutan liar. ‘Uang pelicin’ masih menjadi senjata ampuh, bahkan menjadi hal biasa dan membudaya. Ketiga, disebabkan ego alur politik yang berbeda antara dua pihak pemerintah. Sekaligus UU Otonomi daerah memang membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk mandiri dan tidak di interpensi pemerintah tingkat I. Tiga macam penyebab ini, bisa mewakili semua persoalan-persoalan di atas.


Mahasiswa dan Pers
Sistem demokrasi selalu menuntut kebebasan bagi masyarakat, baik itu untuk berpendapat, berkarya, bertindak dan bersuara untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah dan penguasa. Namun sangat disayangkan, aspirasi masyarakat khususnya masyarakat kecil kadang-kadang hanya dianggab sebagai celotehan semata yang tidak pernah dihiraukan. Namun harus diyakini bahwa ada dua pilar yang bisa meroboh benteng pemerintah seperti itu yaitu mahasiswa dan pers. Sekaligus menjadi agen kontrol sosial (agent social of control) dan agen perubahan sosial (agent social of change).
Pertama, mahasiswa, sebagaimana yang diungkapkan Hariman Siregar “Peranan mahasiswa dari dulu hingga sekarang, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah sama. Yakni sebagai salah satu pemeran ‘social of control dan social of change’ yang paling depan”. Selain itu, mahasiswa dinobatkan sebagai calon pemimpin dan generasi penerus (iron stock) masa depan bangsa. Mahasiswa ditantang untuk mentransformasikan kemampuan dan kelebihannya dalam peranan ini.
Kedua, pers. Dalam hal ini pers dituntut untuk memposisikan diri sebagai media yang terbuka. Artinya, media pers seperti koran, media cetak, televisi, radio dan sejenisnya mempunyai peranan yang sangat besar dan siknifikan dalam mengkritisi kebijakan-kebijkan pemerintah yang merugikan rakyat beserta hasil yang akan dicapai. Media dituntut untuk independen dan oposisi. Media sejatinya harus bersikap bebas dan terbuka tanpa diintervensi apalagi dikooptasi oleh pemerintah, partai politik maupun pengusaha dalam mengkritisi, sekaligus tegas dalam menyatakan dan membuktikan kebobrokan kenerja mereka. Selain itu, melalui media ini, aspirasi dan pendapat masyarakat bisa dipublikasikan tanpa harus turun kelapangan untuk melakukan aksi maupun demontrasi.
Akhirnya, berbagai problem tersebut dan sederet persoalan lainnya yang melanda provinsi ini sudah saatnya diselesaikan dengan tepat, cepat dan bijaksana. Untuk itu semangat kebersamaan amat dibutuhkan disini. Kesatuan antara dua pilar perubahan (mahasiswa dan pers), juga harus terus digali. Karena dengan menyatunya dua pilar tersebut maka mimpi menuju civil socity, tegaknya supremasi hukum, reformasi birokrasi, clean dan good governance bisa nyata. Amin..

Read more...

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP